Terima dan kasih, untuk diri saya.
2021, tahun penerimaan.
Halo, 2021 (dan tahun-tahun yang telah lalu).
Terima kasih sudah selalu membersamai hari patah-tumbuh saya.Kamu pasti belum lupa, bahwa dua puluh tahun yang lalu saya hanya bayi mungil yang tidak bernama; juga bahwa beberapa tahun setelahnya, saat dimana saya mulai paham apa itu luka untuk pertama kalinya; atau saat dimana saya mulai menjalani hidup dengan ‘berpura-pura’.
Kamu juga pasti masih ingat saat dimana pada akhirnya saya memutuskan untuk membenci tanah kelahiran saya sendiri; atau saat dimana saya berhasil menemukan alibi untuk pergi; atau bahkan saat dimana saya benar-benar membenci diri dan hidup saya karena apa-apa yang terjadi.
Kamu juga pasti belum lupa bukan, bahwa pada banyak hari sebelum hari ini saya pernah dikata gila karena kebingungan saya terhadap dunia.
Benar. Luka itu, rasa sakit itu, semuanya masih terasa sampai hari ini. Saya masih hidup dengan ‘berpura-pura’. Saya masih belum mengerti siapa saya sebenarnya. Saya masih ‘gila’.
Tapi, kabar baiknya adalah saya sudah belajar sedikit dari semuanya; biar hanya satu-dua hal saja, saya bangga. Saya tau, akan ada lebih banyak hari-hari patah setelah tumbuh kali ini, hari-hari jatuh setelah bangkit hari ini, juga hari-hari senang-sedih lain yang sudah pasti akan terjadi lagi.
Mungkin tidak apa. Mungkin memang harus begitu fasenya. Karena pada akhirnya kita hanya perlu meminta hati yang lapang dan jiwa yang tenang. Nanti juga Tuhan sembuhkan.
Surat ini saya tulis saat menginjak usia dua puluh, sebagai penutup tahun 2021. Sebagai perpisahan atas segala ketakutan. Sebagai penyambutan atas segala penerimaan.
2023, bulan dua.
Saya masih ada; tidak mati; masih di sini.
Saya bertahan.
Saya melewati tahun-tahun terburuk. Saya melewati tahun-tahun setelah 2020 dan 2021.
Saya melewati tahun-tahun itu dengan baik.
Saya hidup.
Saya
Hidup
…